Jumat, 29 Maret 2019

MENGURUNG

By: Xavier



Aku berdiam diri disini, di dalam kelas sepi. Tidak ada siapapun, hanya aku dan tasku. Semua orang sudah terlebih dahulu pulang ke rumah atau bermain sebentar atau mengikuti ekstrakulikuler di sekolah.

Aku membuka laptopku, dan menulis sebuah artikel tentang Teknologi Zaman Modern untuk membereskan tugasku. Bagiku, tugas membuat artikel adalah tugas yang tergolong sangat mudah. Tidak perlu harus berpikir terlalu banyak, tapi cukup mencari bahan referensi dan menyimpulkan.

"Kamu mulai tenggelam dalam lamunanmu lagi ya?" ucap seseorang di depan pintu.

Aku melirik dan berkata, " Sejak kapan kamu ada disana Louise?"

Dia mendekat, dan duduk di bangku sampingku. Rambutnya yang acak-acakan dan keringat yang bercucuran membuatku berpikir dia sudah selesai bermain sepak bola.

"Ahahaha, bagaimana pendapatmu tentang diriku ini?"tanyanya dengan nada sok akrab.

"Kamu harus mandi setelah pulang ke rumah,"jawabku menggunakan nada sindiran.

"Dasar, mulutmu selalu saja tajam, Isa!"ucapnya sambil menjitak kepalaku.

Aku kenal Louise sejak masuk ke sekolah ini. Dia orang yang sangat baik dan juga sedikit aneh, aku merasa nyaman di dekatnya. Louise benar-benar terlihat lebih hidup dan lebih berwarna dibandingkan teman-teman sekelasnya yang lain.

Aku adalah teman sebangkunya, Isyana. Aku memiliki tubuh yang lebih kecil dari Louise dan rambutku selalu aku urai dengan rapih. Louise pernah berkata padaku kalau aku ini memiliki aura abu-abu, tidak berwarna dan mirip orang mati.

"Hey, kamu kenapa belum pulang? Malah ngelamun!"tanya Louise dengan nada keras.

"Gapapa, sedang mengerjakan artikel," ucapku datar.

Louise pun berulah. Dia menekan tombol shutdown laptopku. Ahh parah sekali, tugasnya tidak tersave dan aku harus mengulangnya kembali. Aku memasang wajah cemberut dan Louise pun tertawa seenaknya.

"Ahh kamu ini nakal sekali!" ucapku kesal.

Louise menahan tawanya dan berkata, "Berhentilah sebentar dan kita mengobrol haha!"

Aku menuruti ajakannya. Louise dan aku akhirnya mengobrol tentang seharian ini. Hanya saja, beberapa patah kalimatnya sedikit terdengar menyindirku. Aku tidak masalah atas hal itu tapi aku tetap biasa saja.

"Um.. Louise, aku ingin bercerita kepadamu,"ucapku lirih.

Louise terdiam, dia menatapku seolah ingin mendengarkan.

"Aku memiliki masalah.. bla bla bla... begitulah,"ucapku singkat.

Louise menggelengkan kepalanya, lalu dia berkata dengan nada sombongnya, "Kamu harus terbuka saat ini kepadaku kalau tidak aku tidak bisa mengerti perasaanmu dalam menghadapi masalah ini sebenarnya."

Aku terdiam dan bertanya, "Apa aku salah tidak bercerita kepadamu?"

Louise mulai menggeser kursinya. Dia memegang pundakku dan mulai meluluhkanku. Aku mulai mengeluarkan air mata, diriku terisak dan begitu terlihat lemah dimata Louise.

"Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk bercerita, ini pilihanmu. Aku disini juga memiliki banyak masalah dan ingin bercerita kepada seorang saja, tidak banyak namun dapat membuatku nyaman. Kamu maupun aku, kita sama-sama saling membutuhkan. Maka dari itu, kamu nggak salah bercerita padaku."

Saat itu juga aku tersadar, bahwa aku tidak memercayai siapapun sepenuhnya. Aku selalu bercerita sedikit dan hanya mendengarkan saran dari mereka yang tidak sepenuhnya membantuku. Aku tersadar mungkin aku memang harus terbuka dalam meminta bantuan. Aku harus mulai membuka hatiku, tidak melulu harus aku yang membantu temanku. Tapi aku dan temanku harus benar-benar saling membantu, memikul beban bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar