Kamis, 11 April 2019

CINTA JUGA PENYAKIT

google.com/pangalengan


Aku berjalan dengan tenang menuju ke sekolah. Seragam  rapih khas pelajar dan tas ransel yang cukup berat menemani perjalananku. Aku pergi ke sekolah menggunakan angkot 2 kali dan jalan kaki sekitar 500 meter dari sekolah. Aku selalu menikmatinya, pemandangan di perjalanan memanglah sangat menakjubkan.

Sesampainya disana, otakku terhenti dan berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Aku tersenyum kepada laki-laki untuk pertama kalinya. Aku menyapa laki-laki untuk pertama kalinya tanpa adanya urusan. Benar-benar mengherankan bukan?

Dari dulu aku memang tidak terlalu peduli lawan jenis. Aku menganggap mereka dan perasaan mereka sebagai keseriusan. Terakhir kali aku mencintai laki-laki ketika aku berselancar di sosial media. Haha, benar-benar sesuatu yang sangat mengejutkan.

“Mau melamun sampai kapan?” ucap Telya kepadaku.

Aku terdiam.

“Kamu lupa ada aku disisimu sekarang ini? Tolong hargai lawan bicaramu!” gerutu Telya.

“Oke oke baiklah! Ada apa?” ucapku malas.

Telya, teman sebangkuku yang sangat cerewet dan benar-benar menyebalkan. Aku sudah tidak aneh lagi padanya, kebiasaannya yang selalu judes pada orang lain tapi sebenarnya dia baik sekali. Aku bangga memiliki teman sebangku seperti itu.

“Baiklah, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Telya.

Aku melirik,
“Aku sedang memikirkan diriku yang dulu. Aku lebih merindukan diriku yang dulu.”

Telya menghela napas dan berkata, “Ooohh.”

Dasar, dia pikir dengan kata Oh saja dapat menyelamatkan dunia? Aku benci dengan orang  yang hanya menanggapi dengan Oh, tapi aku juga lebih benci dengan orang yang tidak memberi tanggapan dan mengacuhkannya.

“Tapi kenapa rindu?” tanya Telya.

“Aku pernah cerita kepadamu.”

“Aku harap kamu cepat menemukan jodoh wkwkkw,” tawanya.

Aku benar-benar tidak habis pikir.
Dasar, Telya!

Setelah seharian berlalu, kegiatan  belajar berhasil kulewati meski penuh dengan rasa malas. Aku tetap menangkap beberapa ilmu penting dari guruku dan mempertimbangkannya dengan duniaku. Mungkin bagiku itu adalah cara agar aku bisa dewasa dalam menerapkan ilmu.

Semua orang sudah pulang dari sekolah, mata pelajaran sudah beres dan beberapa siswa ada yang mengikuti kegiatan tambahan (ekstrakulikuler). Aku adalah siswa yang termasuk mengikuti kegiatan tambahan. Karena hari ini adalah hari Rabu, aku mengikuti kegiatan tambahan yaitu Ikatan Remaja Islam. Aku mengikutinya dengan berharap bahwa kegiatannya tidak sampai terlalu sore.

Kegiatan berakhir, aku dan anggota lain membubarkan diri. Namun, tiba-tiba seseorang datang kepadaku.
“Mau bareng?” tanyanya.

“Terserah,”jawabku.

“Yuk!” ajaknya.

Aku dan dia akhirnya pulang bersama. Aku memang tidak suka jika harus jalan kaki, tapi karena ini sudah sore aku tidak bisa berdiam diri di gang dekat sekolah hanya untuk menunggu angkot. Aku inisiatif berjalan kaki sambil menunggu angkot. Dia pun mengikuti, kurasa jalan kaki juga bukan masalah untuk dia.

“Aku ingin bertanya,” ucapku.

“Bertanya apa?” sautnya.

Aku menghela napas.

“Bagaimana menurutmu tentang jatuh cinta?” tanyaku.

Dia berpikir keras dan mengungkapkan jawabannya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa tapi jawabannya cukup masuk akal.

“Jatuh cinta itu bisa jadi penyakit. Dimana seharusnya kamu memikirkan hal penting ehh malah kamu berbalik memikirkan seseorang. Tapi jatuh cinta juga adalah fitrah manusia, tidak ada salahnya jatuh cinta muncul di dalam batin seseorang. Tapi, kurasa yang harus diperhatikan adalah jangan sampai rasa cinta jadi penyakit. Ketika sudah jadi kanker, kamu hanya akan diperbudak olehnya. Kamu akan terus dihantui olehnya. Setiap saat, kamu akan melupakan sesuatu yang penting dari hidupmu. Jadi, jangan sampai logika mu kalah dengan rasa, tapi juga jangan sampai rasa itu hangus dari logikamu. Seimbang, kan?”

Hahaha, benar. Perjalananku terasa menyenangkan dan sangat bermanfaat. Aku merasa semangat lagi, aku bersyukur aku tidak membenci cinta itu sendiri dan tidak diperbudak oleh cinta itu sendiri. –end.

By : Xavier Faxor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar